Saya Dapat Apa Sih Kalau Berorganisasi Muhammadiyah?

 

Oleh : Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Sasak Ranah Pasisie

Bandar Baru, Sasak : 04 Rabiul Akhir 1447 H/24 November 2025 M

MUNGKIN pertanyaan ini tidak jarang kita dengar dan kita temui dalam masyarakat baik di kelas elit, akademisi bahkan aktor organisasi sekalipun, apalagi pada masyarakat pinggiran. Yang lebih miris lagi terkadang pertanyaan ini muncul pada mereka yang telah pernah sebagai "mantan" dalam persyarikatan ini. Bahkan, mereka mampu merespon dengan ungkapan, kira-kira dengan organisasi sebesar ini, apa yang bisa diberikannya untuk kita?
 

***

Secara normal, tentu tidak salah rasanya mereka bahkan kita mengajukan pertanyaan seperti itu. Hidup atau aktivitas sekecil apapun, memberikan konsep, bahwa setiap perbuatan akan dinilai dari besar kecilnya perbuatan itu. Atau semisal slogan, ada perbuatan ada hasil. Atau sunnatullah bahwa Allah akan memberikan kita imbalan kebaikan walaupun yang kita perbuat sebesar zarah adanya. Dan hasil ini timbal balik, jika aktivitas kita baik maka keberhasilannya juga baik atau lebih baik, akan banyak dan luas tersebab dari apa yang kita lakukan. Dan jika aktivitas kita jelek dan buruk, maka keburukannya akan diimbali dengan keburukan, kejelekan yang setimpal dengan kekurangbaikan yang kita lakukan.

Artinya, organisasi adalah sebuah tempat atau wadah tempat orang-orang berkreativitas, berkreasi, berinovasi dalam ide dan gagasan. Padanya mereka kemudian ingin mendapatkan sebuah kepuasan batin. Kepuasan ini tentu bisa dirasakan dan dinilainya sebuah keberhasilan ketika mereka menikmati apa yang mereka lakukan.

Ketika mereka mendapatkan itu - tentu yang dapat kita pahami kemudian - apakah yang mereka dapatkan itu sesuatu yang bernilai materil, jasa atau sugesti dan atau motivasi hidup untuk menumbuhkan nurani kemanusiaannya? Relatif, bukan?

Kita pernah punya hobi bernyanyi, baik dengan alat musik petik, gesek atau pukul atau dengan berkaroke. Tiada kepuasan yang didapat seseorang tersebut melainkan keberhasilan perasaan, batin atau akalnya, bahwa inspirasi, sugesti bahkan akal fikirnya yang terbebas dari sesuatu terus saja mendesak dalam dirinya untuk bisa disampaikan. Alhasil, apa yang dilakukannya bukan materil atau kebendaan. Tetapi adalah sebuah pesan jiwa yang tersampaikan. Sehingga dia tidak merasa berhutang dan dituntut oleh jiwa sucinya bahwasanya dia pernah tidak memenuhi hak kebaikan nuraninya.

Ber-Muhammadiyah, berbuat atau tidak pun kita untuk orang lain, tetap membuat kita mampu memuhammadiyahkan diri dengan ikut menyelam ke dalam Muhammadiyah itu sendiri. Tanpa kita sadari, sebenarnya kita telah berorganisasi. Mengapa kita katakan demikian? Karena kita telah mampu mengorganisasi nurani kebenaran, pemahaman pemikiran dalam teologi ketuhanan, serta konsep kehidupan hukum dan muamalah keduniawian. Salah satu kiprah sinar Sang Surya yang mencerahkan bumi ini ialah meluruskan peradaban kehidupan manusia di persada Tuhan. Berorganisasi di Muhammadiyah tidak hanya berorientasi pada apa yang kita dapatkan atau apa yang diberikan oleh Muhammadiyah. Muhammadiyah jauh lebih bijak dan lebih dahulu berpikir sebelum kita mempertanyakan apa yang kita peroleh darinya. Ibarat slogan orang-orang kepada Rocky Gerung—tokoh yang dikenal dengan “akal sehat”—sesungguhnya Muhammadiyah telah lebih dahulu menyehatkan akal sehat itu.

Ketika para ahli ekonomi masih memikirkan soal untung dan rugi, KH. Ahmad Dahlan sudah lebih dari seabad yang lalu mewujudkannya dalam konsep Al-Ma’un. Ketika para ahli perdamaian berbicara tentang pentingnya menghindari perbedaan dan perdebatan, Muhammadiyah telah lama menanamkan dan menjunjung tinggi semangat bahwa manusia itu sama; tidak boleh saling membedakan dan mendiskriminasikan hak-haknya dalam urusan keduniawian atau muamalah. Ketika para ahli ibadah bersikukuh pada pendapat fanatisme masing-masing, Muhammadiyah melahirkan pemikiran tengahan dengan mengakui seluruh konsep ulama fikih, sehingga lahirlah Tarjih Muhammadiyah. Salah satu pokok pikirannya adalah bahwa ketika satu pendapat ulama diakomodasi oleh Muhammadiyah karena kekuatan dalil dan tingkat kerajihannya, hal itu tidak berarti Muhammadiyah menafikan atau menolak pendapat ulama fikih lainnya. Muhammadiyah tetap berada dalam koridor empat mazhab, namun tidak memproklamasikan diri untuk hanya berpegang pada satu mazhab tertentu



Lalu sampai di sini kira-kira kalau kita masuk organisasi Muhammadiyah adakah sesuatu yang tidak kita dapati dalam Muhammadiyah, Atau memang kita masih saja berpikir tidak mendapatkan apa-apa dalam Muhammadiyah?

Ber-Muhammadiyah itu perhitungannya tidak sebatas “saya mendapat bantuan”, “saya mendapat proyek”, “saya mendapat kursi”, atau “saya mendapat fasilitas pendidikan gratis untuk anak saya”. Jika logika akal sehat kita mengatakan bahwa kita baru masuk organisasi Muhammadiyah ketika Muhammadiyah terlebih dahulu memberi kontribusi kepada kita, maka barangkali kita sudah terjebak dalam pola pikir yang keliru.

Bro.. Muhammadiyah bukan partai...
Muhammadiyah bukan tambang ilegal, dan sebagainya.

Ber-Muhammadiyah itu menurut akal sehat saya, ketika anda punya hanya satu kesempatan yang tidak dimiliki oleh orang lain, satu kesempatan itu anda berikan kepada Muhammadiyah. Dari batas ini anda tahu bahwa kesempatan anda itu bernilai manfaat dan bernilai guna. 

Dari sini berarti anda telah mengakui eksistensi manfaat yang ada dalam diri anda. Dan itu diakui oleh khalayak banyak dan organisasi besar, walaupun anda tidak viral dan tidak pernah ingin anda viralkan. Dia sudah viral sendiri, itulah kebenaran pikiran anda mengajak diri anda ikhlas untuk mengakui salah satu nilai besar eksistensi diri anda. Apakah itu tidak juga kita akui sebuah input besar kita ber-Muhammadiyah ?

Pertanyaannya adalah, apakah di organisasi lain tidak begitu ?

Belum tentu, Karena anda baru bertanya, mencari dan baru menilai. Bisa jadi organisasinya telah anda kenal tapi anda belum tahu banyak tentang yang anda kenal. Atau anda sudah tahu banyak dari apa yang anda telah kenal, tapi tidak selaras dengan kemanfaatan dan sehatnya pikiran anda. Sementara kesempatan ada dalam diri anda.

Olehnya secara umum,  mencurahkan sumber daya pada diri kita, perlu wadah yang mampu memfasilitasi hingga membuat potensi kita menjadi satu butiran intan, kekuatan (power) dan itulah dia pentingnya kita berorganisasi. Demikian juga ber-Muhammadiyah, untuk menjadikan diri kita diakreditasi oleh sebuah patron ideologi ketuhanan dan nilai keummatan, poinnya jangan dulu berpikir material, tapi berpikirlah in material.

Terlampau pelit dan ego sekali jika kita tidak mau menghargai penghargaan sang khaliq terhadap kelebihan kesempurnaan kita dibanding makhluknya yang lain.

Q.S. Ali-Imran ayat : 104   sudah sangat dahsyat sekali diberikan Allah buat kita sebagai ummat Rasulullah SAW. 
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya : Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Memaknai surat itu dalam kerangka berorganisasi Muhammadiyah merupakan sebuah penafsiran diri terhadap pengakuan bahwa diri kita sesungguhnya punya eksistensi. Kita ada, karena memang keberadaan kita membutuhkan keberadaan yang lainnya. Itulah secuil yang diberikan Muhammadiyah kepada insan-insan yang mencerahkannya. Wallahu a'lam bissawab.
Astaghfirullah[]

Posting Komentar

0 Komentar