FPL Pasaman Barat Selenggarakan FGD “Ronggiang Pasaman Sabalik Kampuang” Tegaskan Komitmen Pelestarian Seni Tradisi Daerah

Simpang Empat, Ahad, 23 November 2025 | SYARIKATMU - Forum Pegiat Literasi (FPL) Pasaman Barat menyelenggarakan Forum Group Discussion (FGD) “Ronggiang Pasaman Sabalik Kampuang” di Aula Kantor Bupati Pasaman Barat. Kegiatan ini merupakan bagian dari program pelestarian kebudayaan daerah yang didukung oleh DAK Program Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan Tahap III Tahun 2025 melalui Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah III Provinsi Sumatera Barat.


Ketua Panitia Penyelenggara, Denni Meilizon, dalam laporannya menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan memperkenalkan dan mengokohkan keberadaan kesenian tradisional Pasaman Barat, khususnya ronggiang, yang merupakan hasil akulturasi budaya Jawa dan Minangkabau. Kesenian ini ditampilkan oleh penari laki-laki, termasuk yang berdandan sebagai perempuan (anak ronggiang), dengan iringan pantun dan musik tradisional. Ronggiang sejak dulu berfungsi sebagai hiburan masyarakat dalam acara pernikahan, khitanan, hingga pesta adat.

Namun demikian, Denni juga menyoroti persoalan regenerasi. Saat ini ronggiang cenderung hanya dimainkan oleh para seniman senior sehingga menghadapi risiko kemandekan. Kondisi ini mendorong FPL mengadakan FGD untuk membahas tantangan dan arah pelestarian ke depan. Mencari pola dan strategi baik untuk pelestarian dan pewarisan. Diskusi yang intens apakah kesenian ini bisa sedikit leluasa keluar dari pakem dan tradisinya menyesuaikan dengan konteks perkembangan zaman. 

Pemerintah Daerah Tekankan Pentingnya Identitas Budaya Lokal

Acara ini dibuka secara resmi oleh Bupati Pasaman Barat, yang diwakili oleh Kepala Dinas Pariwisata Pasaman Barat, Afrizal, ST., MT dan dihadiri Wali Nagari Lingkuang Aua Baru Adlis Muchtar. Dalam sambutannya, Afrizal menegaskan bahwa melalui FGD dan rangkaian program pemajuan kebudayaan ini, BPK Wilayah III menekankan pentingnya pelestarian seni tradisional Ronggiang Pasaman sebagai identitas budaya daerah.

Ia juga menggarisbawahi bahwa ronggiang berperan sebagai media pembauran sosial antar etnis, seperti Minangkabau, Mandailing, dan Jawa yang hidup berdampingan di Pasaman Barat. Seni tradisi ini, menurutnya, merepresentasikan harmonisasi masyarakat sekaligus memperkuat kohesi sosial.


Apresiasi Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III

Perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III, Fauzan Amril, turut hadir dan menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya program ini dengan baik. Ia mengungkapkan bahwa kegiatan edukasi dan fasilitasi yang diberikan Balai bertujuan mendukung pelindungan, pemanfaatan, dan pengembangan budaya lokal, sehingga tradisi seperti ronggiang tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

“Sebagai salah satu ikon tradisi masyarakat Pasaman, ronggiang tidak hanya memiliki nilai seni, tetapi juga memuat nilai sosial dan budaya yang kuat,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa dukungan Balai sangat krusial dalam menjaga keberlanjutan tradisi ini, terutama melalui kegiatan dokumentasi, inventarisasi, edukasi, serta program kemitraan dengan komunitas lokal.

Ruang Kolaborasi Antar Pemangku Kepentingan

FGD “Ronggiang Pasaman Sabalik Kampuang” menghadirkan maestro ronggiang Jonnedi sebagai narasumber, Tim Produksi Tuah Talamau untuk pemaparan film dokumenter dan  moderator sastrawan Joel Pasbar yang kemudian dilanjutkan dengan penampilan seni dari kelompok ronggiang untuk memberikan pengalaman langsung kepada peserta.

Sebelum FGD dimulai, dilakukan pemutaran film dokumenter RONGGIANG PASAMAN, SABALIK KAMPUANG yang dikerjakan Tim Tuah Talamau, kolaborasi komunitas dengan FPL Pasaman Barat.


Program ini sekaligus menjadi wadah aspirasi dan ruang kolaborasi antara pemerintah daerah, komunitas seni, tokoh budaya, dan masyarakat, guna mengokohkan pelestarian ronggiang sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia serta warisan suku tempatan yang berkembang di Pasaman Barat./Rel

Posting Komentar

0 Komentar