KENDALA STRUKTURAL DAN KULTURAL DALAM PENGEMBANGAN CABANG DAN RANTING MUHAMMADIYAH

Oleh :
Yondrizal
Mahasiswa S3 Prodi Studi Islam Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat


MUHAMMADIYAH merupakan sebuah gerakan Islam yang menjalankan tugas dakwah dan tajdid untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dalam pandangan Muhammadiyah, Islam adalah nilai yang paling penting sebagai dasar dan sumber semangat yang menyatu dalam setiap aspek gerakan.

Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, Cabang dan Ranting berfungsi sebagai fondasi untuk pengembangan dan pemberdayaan anggota. Dengan demikian, cabang dan ranting menjadi inti dari gerakan Muhammadiyah beserta semua elemen yang ada. Haedar Nashir, menekankan bahwa rumah utama gerakan Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah sosial sebenarnya terletak di Cabang dan Ranting.

Muhammadiyah didirikan dengan maksud dan tujuan untuk menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. 

Dalam mewujudkan tujuan atau visi idealnya itu Muhammadiyah melakukan usaha-usaha yang dilaksanakan secara tersistem. Usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan yang meliputi : (1) Menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman, meningkatkan pengamalan, serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan; (2) Memperdalam dan mengembangkan pengkajian ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan untuk mendapatkan kemurnian dan kebenarannya; (3) Meningkatkan semangat ibadah, jihad, zakat, infak, wakaf, shadaqah, hibah, dan amal shalih lainnya; (4) Meningkatkan harkat, martabat, dan kualitas sumber daya manusia agar berkemampuan tinggi serta berakhlaq mulia; (5) Memajukan dan memperbaharui pendidikan dan kebudayaan, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta meningkatkan penelitian; (6) Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas; (7) Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat; (8) Memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumber daya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan; (9) Mengembangkan komunikasi, ukhuwah, dan kerjasama dalam berbagai bidang dan kalangan masyarakat dalam dan luar negeri; (10) Memelihara keutuhan bangsa serta berperan akif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; (11) Membina dan meningkatkan kualitas serta kuantitas anggota sebagai pelaku gerakan; (12) Mengembangkan sarana, prasarana, dan sumber dana untuk mensukseskan gerakan; (13) Mengupayakan penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran serta meningkatkan pembelaan terhadap masyarakat; dan (14) Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah (Vide ART Muhammadiyah Pasal 3).

Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia memainkan peran penting dalam memajukan dakwah Islam dan pemberdayaan masyarakat. Dengan organisasi yang terstruktur dari tingkat pusat hingga ranting, Muhammadiyah diharapkan mampu menjangkau umat secara luas dan mendalam. Akan tetapi, dalam realisasinya, pengembangan cabang dan ranting Muhammadiyah sering kali menghadapi berbagai kendala cukup rumit.

Kendala-kendala ini tidak hanya muncul dari sisi teknis dan administratif (struktural), seperti kurangnya koordinasi, keterbatasan sumber daya manusia, dan dana yang sedikit, tetapi juga dari sudut pandang kultural, seperti rendahnya pemahaman tentang organisasi, resistensi masyarakat terhadap perubahan, serta nilai-nilai budaya setempat yang kadang tidak selaras dengan semangat pembaharauan (tajdid) Muhammadiyah.
Kendala struktural merujuk pada hambatan-hambatan yang bersumber dari sistem dan mekanisme internal organisasi, antara lain keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM). Masih banyak cabang dan ranting kekurangan kader yang memiliki kompetensi manajerial dan ideologis yang kuat. Minimnya infrastruktur dan sarana organisasi. tidak adanya kantor sekretariat yang tetap, kurangnya fasilitas pertemuan, atau lemahnya sistem dokumentasi organisasi sebagai akibat minimnya infrastruktur dan sarana organisasi. Lemahnya Koordinasi antar lini ini menunjukkan bahwa komunikasi antara Pimpinan Daerah dengan Cabang dan Ranting sering kali kurang efektif, sehingga terjadi tumpang tindih program atau kevakuman kegiatan. Kurangnya Pembinaan yang Berkelanjutan merupakan kendala stuktural yang dialami.

Pembinaan terhadap pimpinan ranting tidak dilakukan secara periodik dan terstruktur, menyebabkan stagnasi dan ketidakjelasan arah gerakan.
Selain kendala struktural juga terdapat kendala kultural yang berkaitan dengan nilai, kebiasaan, dan persepsi masyarakat atau kader terhadap organisasi. Kurangnya Kesadaran Berorganisasi: Di beberapa daerah, semangat berjamaah dan berorganisasi belum tumbuh dengan kuat, sehingga partisipasi dalam kegiatan ranting rendah.

Kendala kultural dimaksud berupa budaya lokal yang konservatif: Muhammadiyah yang dikenal membawa semangat tajdid seringkali dianggap aneh dan asing oleh masyarakat yang masih memegang adat dan tradisi lokal secara kuat. Kendala kultural berikutnya adalah apatisme kader muda. Generasi muda sering kali kurang tertarik pada kegiatan organisasi, karena dianggap kaku atau tidak relevan dengan kebutuhan aktual mereka.

Kondisi tersebut mesti segera dicarikan jalan keluarnya. Setidaknya ditawarkan beberapa strategi iatu perlunya penguatan kaderisasi dengan berbagai jenis dan jenjang perkaderan, pelatihan, dan pembinaan ideologi, politik dan organisasi (Ideopolitor) Muhammadiyah secara intensif. Memahami karakter masyarakat lokal agar pendekatan dakwah dan program organisasi dapat diterima dengan baik, sehingga pemetaan sosial dan budaya harus dilakukan. Strategi selanjutnya adalah modernisasi kegiatan artinya penyesuaian bentuk kegiatan dengan kebutuhan dan minat generasi muda, misalnya melalui media digital dan kegiatan sosial yang inovatif.

Pengembangan cabang dan ranting Muhammadiyah menghadapi tantangan yang kompleks, baik secara struktural maupun kultural. Kendala struktural meliputi lemahnya SDM, infrastruktur organisasi, serta koordinasi dan pembinaan yang belum maksimal. Sementara itu, kendala kultural muncul dari resistensi masyarakat terhadap pembaruan, dominasi budaya lokal, dan rendahnya kesadaran berorganisasi.[]

Posting Komentar

0 Komentar