Merujuk kepada dinamika organisasi modern, sering kali kita mengira bahwa tantangan terbesar adalah persoalan sistem, strategi, dan sumber daya. Namun, bila dicermati lebih dalam, terdapat satu jenis “biaya” yang kerap tidak tercatat dalam laporan keuangan, namun sangat terasa dampaknya: cost of emotional things—biaya emosional yang muncul akibat friksi psikologis dan relasi antarindividu dalam lingkungan kerja.
Biaya ini tidak kasatmata, tetapi nyata. Ia muncul dalam bentuk waktu yang terbuang karena konflik kecil, kebijakan yang dibuat demi menenangkan pihak-pihak tertentu, hingga dana tambahan untuk menghindari ketegangan antar kelompok dalam organisasi. Akar masalahnya seringkali bukan karena substansi pekerjaan, melainkan karena dinamika emosi: rasa iri, dengki, tersinggung, ingin diakui, atau sekadar tidak ingin kalah gengsi.
Perspektif Filsafat: Manusia sebagai Makhluk Rasional dan Emosional
Dalam pandangan filsafat, khususnya filsafat eksistensial dan humanistik, manusia bukan hanya makhluk rasional (homo sapiens), tetapi juga makhluk emosional. Martin Heidegger melihat manusia sebagai being-in-the-world—yang keberadaannya tak lepas dari keterlibatan emosional terhadap dunianya. Emosi bukan gangguan dari akal, tetapi bagian dari struktur keberadaan manusia itu sendiri.
Hal ini selaras dengan gagasan Aristoteles tentang ethos, pathos, dan logos sebagai tiga unsur penting dalam persuasi. Pathos, atau aspek emosional, berperan penting dalam membentuk keputusan manusia. Maka, mengabaikan emosi dalam relasi organisasi justru berarti menafikan separuh dari realitas manusia.
Seorang pemimpin organisasi ideal, dengan demikian, bukan hanya manajer sistem, tapi juga pembaca emosi. Dia harus mampu menangkap “biaya” tersembunyi dari ketegangan sosial dan mengambil kebijakan yang tak hanya logis secara teknis, tetapi juga etis dan empatik secara emosional.
Tinjauan Islam: Etika Ukhuwah dan Pencegahan Penyakit Hati
Dalam Islam, hubungan antarmanusia dijaga dengan prinsip ukhuwah (persaudaraan), baik ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, maupun ukhuwah insaniyah. Ketika hubungan ini terganggu oleh emosi negatif seperti iri (hasad), dengki (hiqd), atau sikap merendahkan orang lain (takabbur), maka yang dirusak bukan hanya harmoni sosial, tapi juga nilai spiritual individu.
Al-Qur’an secara eksplisit melarang perilaku yang mencederai hubungan sosial. Dalam QS. Al-Hujurat ayat 12, Allah melarang prasangka, mencari-cari kesalahan, dan menggunjing. Hadis Nabi pun mengingatkan bahwa “hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar” (HR. Abu Dawud). Ini menunjukkan bahwa menjaga stabilitas emosional bukan semata demi produktivitas organisasi, tetapi juga bagian dari ibadah dan pengendalian jiwa.
Biaya emosional dalam organisasi, jika tidak diantisipasi, bisa menjadi penyakit yang merusak dari dalam. Dalam istilah Imam Al-Ghazali, ini termasuk bagian dari muhlikat al-qulub—perusak hati—yang menghalangi seseorang mencapai kedekatan spiritual kepada Allah. Maka, mengelola emosi dalam organisasi sejatinya adalah bagian dari tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), baik bagi individu maupun komunitas.
Menghitung yang Tak Tercatat
Meskipun tidak tercantum dalam neraca keuangan atau rencana strategis tahunan, cost of emotional things tetaplah nyata dan menuntut perhatian. Dalam organisasi, pengeluaran untuk meredam konflik, menjaga perasaan, atau menghindari ketegangan adalah bentuk investasi sosial yang tak terhindarkan. Bila dilakukan dengan bijak dan tulus, hal ini justru memperkuat kohesi tim dan menciptakan ruang kerja yang sehat.
Maka, dalam mengelola organisasi, jangan hanya mengandalkan logika sistem, tetapi juga logika kasih sayang dan empati. Karena seperti kata filsuf Kierkegaard, “Manusia tidak hanya membutuhkan kebenaran, tetapi juga penghiburan.” Dan dalam Islam, itu adalah bagian dari rahmat.[]
---++-----+_-----------------++++-----
Syarikatmu.com media online. Menerima tulisan berbentuk Rilis berita terupdate (berikut foto dokumentasi terkait), Esai, Cerita Pendek, Cerita Bersambung dan Puisi (minimal 5 Puisi). Sertakan biodata singkat dan naratif tentang Penulis. Untuk tulisan esai agar menyertakan foto diri.
Kirim ke surel: syarikatmu3@gmail.com dalam bentuk file dan bukan ditulis pada badan surel.
Sertakan nomor WA untuk konfirmasi redaksi.
Mohon maaf sebelumnya untuk kiriman naskah belum kami sediakan honorarium.
0 Komentar