Leo Tolstoy, novelis dan filsuf Rusia, pernah menyatakan bahwa membaca bukan sekadar kegiatan menyerap informasi, melainkan sebuah tindakan reflektif yang menghubungkan jiwa pembaca dengan jiwa penulis. Dalam setiap halaman buku, katanya, tersimpan dialog lintas waktu dan ruang tentang nilai, pemikiran, dan pergulatan hidup manusia. Membaca, dalam pandangan Tolstoy, adalah jalan sunyi menuju kebijaksanaan, empati, dan pemahaman yang lebih dalam tentang kemanusiaan.
Namun di zaman ini, ketika budaya instan dan visual mendominasi ruang hidup kita, membaca buku tak lagi menjadi kebiasaan umum. Banyak yang lebih akrab dengan deretan status singkat daripada paragraf bermakna. Padahal, membaca bukan sekadar keterampilan kognitif, melainkan praktik budaya yang membentuk cara kita berpikir, merasa, dan bertindak. Ia menanamkan kedalaman, mengasah nalar, dan melatih kesabaran dalam memahami kompleksitas hidup.
Dalam konteks keindonesiaan, terutama dalam gerakan Islam modern seperti Muhammadiyah, membaca memiliki peran sentral sebagai fondasi perubahan. Sejak awal abad ke-20, Kiai Ahmad Dahlan telah menjadikan Al-Qur’an bukan sekadar bacaan ritual, tetapi sumber inspirasi transformasi sosial. Muhammadiyah lahir dari keinsafan bahwa umat Islam tidak akan bangkit jika abai terhadap ilmu pengetahuan. Dan ilmu tidak akan tumbuh tanpa budaya membaca.
Gerakan kemuhammadiyahan adalah gerakan literasi. Dari pengajian berbasis tafsir, pendirian sekolah modern, hingga penerbitan majalah seperti Suara Muhammadiyah, semuanya berpijak pada keyakinan bahwa membaca adalah pintu masuk pencerahan. Dalam istilah Prof. Amin Abdullah, Muhammadiyah tidak hanya berdakwah dalam makna tradisional, tetapi juga membangun peradaban melalui rasionalitas, ilmu, dan nilai-nilai kemanusiaan.
Karena itu, membudayakan membaca adalah bagian tak terpisahkan dari dakwah pencerahan. Rumah, sekolah, masjid, dan ruang publik perlu menjadi ladang subur bagi tumbuhnya generasi pembaca. Bukan sekadar membaca teks suci, tetapi juga membaca realitas sosial dengan cerdas dan bijaksana. Membaca bukanlah aktivitas elitis, tetapi kebutuhan umat.
Kini saatnya kita meneguhkan kembali membaca sebagai jalan hidup. Dalam setiap buku yang kita baca dengan tekun, kita sedang menapaki jalan sunyi menuju peradaban. Dalam setiap halaman yang kita renungi, kita sedang menghidupkan cita-cita Muhammadiyah: mencerdaskan kehidupan bangsa dan memuliakan manusia dengan ilmu dan iman.[]
------------
Syarikatmu.com media online. Menerima tulisan berbentuk Esai, Cerita Pendek, Cerita Bersambung dan Puisi (minimal 5 Puisi). Sertakan biodata singkat dan naratif tentang Penulis. Untuk tulisan esai agar menyertakan foto diri.
Kirim ke surel: syarikatmu3@gmail.com dalam bentuk file dan bukan ditulis pada badan surel.
Sertakan nomor WA untuk konfirmasi redaksi.
Mohon maaf sebelumnya untuk kiriman naskah belum kami sediakan honorarium.
0 Komentar