MULTIKULTURAL MENURUT HUKUM ISLAM DAN APLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Oleh :
Yondrizal
Mahasiswa S3 Studi Islam 
Program Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

INDONESIA merupakan negara yang kaya akan variasi budaya, suku, bahasa, dan agama. Keberagaman ini memerlukan adanya sikap saling menghormati dan toleransi antara warga dalam kehidupan sosial. Disinilah pendidikan multikultural menjadi sangat penting untuk diajarkan sejak awal agar masyarakat, terutama generasi muda, dapat hidup bersama dengan damai dan harmonis.

Pendidikan di Indonesia adalah sebuah perjalanan perubahan yang merangkul perbedaan dan semangat perjuangan. Lebih dari sekadar penyampaian pengetahuan, ini adalah sebuah tahap dalam pengembangan karakter bangsa yang mengumpulkan anak-anak dari berbagai latar belakang etnis, agama, dan budaya lokal untuk berkumpul dalam suasana belajar yang terbuka dan saling menghargai. Proses pendidikan seharusnya dapat membentuk kepribadian yang saling menghargai, rasa empati, dan memberikan pengaruh positif dalam kehidupan masyarakat.

Kekuatan sistem pendidikan nasional terletak pada kemampuannya untuk menyatukan berbagai perbedaan, memupuk sikap saling menghormati dan menghasilkan generasi yang tidak hanya cakap secara akademis, tetapi juga memiliki kebijaksanaan sosial serta merayakan keragaman sebagai bagian dari identitas bangsa. 

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 disebutkan bahwa “Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan kemampuan, membentuk karakter, dan peradaban bangsa yang bermoral, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mempersiapkan peserta didik menjadi individu yang taat, cerdas, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab sebagai warga negara demokratis”.

Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin telah memberikan panduan yang jelas dalam menyikapi perbedaan, termasuk dalam konteks kemajemukan budaya. Ajaran Islam menekankan pentingnya toleransi, keadilan, dan penghargaan terhadap sesama manusia tanpa membedakan ras, suku, atau agama. Hal ini tercermin dalam berbagai ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW yang mendorong hidup berdampingan secara damai di tengah keberagaman.

Dalam dunia pendidikan, penerapan nilai-nilai multikultural menurut hukum Islam menjadi penting agar peserta didik tidak hanya memahami ajaran agamanya secara dogmatis, tetapi juga mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sosial yang majemuk. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji konsep multikultural dalam Islam dan implementasinya dalam pendidikan.

Islam memandang keragaman sebagai fitrah manusia dan sunnatullah (ketetapan Allah SWT). Berdasarkan Al Qur’an surah Al-Hujarat ayat 13 yang artinya : Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.

Ayat ini menjadi dasar teologis bahwa Islam menghargai pluralitas. Hal ini dikarenakan dalam surah tersebut membahas tentang prinsip-prinsip kesetaraan dan persaudaraan antar manusia. Surah tersebut memberikan pengakuan terhadap kebhinekaan yang merupakan sunnatullah. Demikian, Al-Hujarat menjadi landasan fundamental Islam tentang HAM (Hak Asasi Manusia), kesetaraan, dan persaudaraan universal yang melampaui batasan-batasan sosial dan kultural. Melalui pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran akan akhlak terpuji, memperkuat iman, memberikan pedoman dalam berperilaku baik, serta mengembangkan prinsip-prinsip penting seperti kejujuran, keadilan, kesabaran, kesopanan, dan kemurahan hati diajarkan untuk membentuk karakter yang positif.

Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sosialnya juga memberikan contoh hidup berdampingan secara damai dengan komunitas non-Muslim, seperti dalam Piagam Madinah yang menjadi bukti nyata penerapan prinsip multikulturalisme dalam Islam. Dalam kerangka keberagaman, agama Islam memiliki posisi yang penting dalam menciptakan sikap saling menghormati, saling memahami, dan menghargai perbedaan. Sebagai kelompok yang mayoritas di Indonesia, Islam sangat menghargai kenaekaragaman.

Selain itu Islam juga mengajarkan umatnya untuk menghargai keberagaman keyakinan, menolak pemaksaan dalam hal keimanan, dan mendorong kehidupan bersama secara damai di tengah masyarakat yang berbeda-beda. Ini menjadi dasar kuat bagi umat Islam dalam membangun masyarakat yang inklusif dan harmonis. Dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 256 Allah berfirman, artinya “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat”.

Islam melarang pemaksaan terhadap seseorang untuk memeluk agama tertentu. Keyakinan adalah pilihan hati dan akal, yang tidak bisa dipaksakan. Ini menegaskan bahwa perbedaan keyakinan harus dihargai. Islam telah mengajarkan dan telah mendukung hidup berdampingan di tengah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai agama, suku, budaya, dan pandangan. Islam mengakui keberagaman sebagai bagian dari sunatullah (ketetapan Allah). Umat Islam wajib menghormati hak orang lain untuk memilih keyakinannya, selama tidak mengganggu ketertiban umum atau melanggar hak orang lain.

Menurut Chairil Anwar, multikultural merupakan konsep filosofis yang menekankan pentingnya pengakuan hak-hak dan identitas terhadap keberagaman budaya dalam kelompok masyarakat minoritas supaya saling memahami, menghargai, dan mengapresiasi perbedaan yang ada, baik itu suku, budaya, ras, etnis, maupun agama. 

Pendekatan multikultural dalam melihat perbedaan tidak sebagai ancaman atau hambatan, melainkan dipahami sebagai sunnatullah atau ketentuan Allah yang mengandung rahmat. Pemahaman ini berakar pada ajaran fundamental Islam yang mengakui bahwa Allah SWT, menciptakan manusia dalam keberagaman jenis kelamin, suku, bangsa, dan budaya supaya mendorong dialog, kesadaran, dan kesetaraan antarumat dalam keberagaman. Lebih dari sekadar mengakui, pendekatan ini secara aktif menghargai keragaman sebagai fitrah kemanusiaan. Hal ini berarti bahwa keberagaman bukanlah sesuatu yang perlu dihindari atau dihilangkan, melainkan merupakan kondisi alami yang melekat pada eksistensi manusia.

Keragaman sebagai sunnatullah yang dapat memperkaya kehidupan sosial dan memberikan kesempatan untuk pembelajaran sekaligus merangsang pertumbuhan dalam mengembangkan kepekaan terhadap keragaman budaya, menghormati perbedaan sudut pandang, dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan universal. Pendekatan ini juga menekankan pentingnya dialog antarbudaya dan antaragama sebagai sarana untuk membangun pemahaman bersama dan menciptakan harmoni sosial, sesuai dengan nilai-nilai multikultural yaitu nilai terbuka, nilai dialog aktif dan nilai toleransi.

Menurut Baidhawy Pendidikan Agama Islam berwawasan multikultural, memiliki tujuh karakteristik utama yaitu :
a. Belajar hidup dalam perbedaan
Sistem pendidikan konvensional selama ini bertumpu pada tiga elemen fundamental yaitu kemampuan untuk memperoleh pengetahuan (how to know), kecakapan dalam menerapkan pengetahuan (how to do), dan pengembangan jati diri (how to be). Sistem pendidikan konvensional masih belum optimal dalam mengembangkan dan menginternalisasikan kemampuan untuk hidup berdampingan di tengah masyarakat yang memiliki keragaman agama, budaya, dan suku bangsa. Maka dari itu hadirnya konsep pendidikan berwawasan multikultural menambahkan dimensi penting keempat, yaitu  kemampuan untuk hidup dan bekerja bersama dengan orang lain (how to live and work together with others).
b. Mutual trust
Baidhawy menekankan bahwa kepercayaan antar anggota kelompok akan terbangun ketika setiap individu memiliki harapan yang sama tentang perilaku bertanggung jawab dan kejujuran. Ketika masing-masing anggota mengharapkan nilai-nilai positif seperti tanggung jawab dan kejujuran dari orang lain, maka secara alami akan tumbuh rasa saling percaya di antara mereka.
c. Mutual understanding
Pemahaman saling pengertian muncul dari kesadaran bahwa setiap individu memiliki nilai-nilai yang dapat berbeda satu sama lain. Karakteristik ini menurut Baidhawy berakar pada kesadaran akan adanya perbedaan nilai antara diri sendiri dengan orang lain.
d. Mutual respect
Pendidikan Agama Islam yang berwawasan multikultural dapat membangun kesadaran bahwa kedamaian tercipta melalui sikap saling menghormati antar pemeluk agama. Hal ini mendorong antarindividu supaya bersedia mendengarkan pandangan dan pemikiran dari pemeluk agama lain, serta menghargai keberadaan dan martabat setiap individu maupun komunitas.
e. Berpikiran terbuka
Keterbukaan dalam berpikir atau open minded merupakan karakteristik yang terbentuk melalui proses interaksi dengan berbagai individu yang memiliki latar belakang berbeda.
f. Apresiasi dan Interdependensi 
Sebuah masyarakat caring society nya tinggi tercermin dari bagaimana anggotanya menunjukkan penghargaan dan aktif memelihara hubungan sosial, menciptakan ikatan yang erat, dan menjaga kohesivitas antarwarga. Hal ini menjadi sangat penting mengingat hakikat manusia sebagai makhluk sosial (homo socius) yang tidak dapat bertahan hidup tanpa adanya jalinan hubungan dengan sesama.
g. Resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan 
Keberadaan konflik bertentangan dengan ajaran agama yang mengajarkan prinsip-prinsip persamaan dan pembebasan, serta prinsip kemaslahatan dan keutamaan dalam kesatuan universal seluruh umat manusia.

Berdasarkan uraian tersebut diatas jelaslah bahwa Islam memandang multikulturalisme sebagai sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia dan menjadi bagian dari ketetapan Allah SWT. Konsep ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam, melainkan sejalan dengan prinsip keadilan, toleransi, dan kasih sayang universal. Dalam pendidikan, penerapan nilai-nilai multikultural menurut hukum Islam sangat penting untuk membentuk peserta didik yang tidak hanya religius, tetapi juga mampu hidup harmonis di tengah masyarakat yang plural.[]

Posting Komentar

0 Komentar