Redaksi SYARIKATMU
Tiga negara Eropa—Spanyol, Irlandia, dan Norwegia—baru saja menorehkan sejarah dengan mengakui secara resmi keberadaan negara Palestina. Tindakan ini, yang diumumkan serempak pada 28 Mei 2025, tidak hanya penting secara diplomatik, tetapi juga mengandung bobot moral yang besar dalam sejarah panjang penindasan dan perlawanan di Timur Tengah.
Bagi Media SYARIKATMU, pengakuan ini bukan sekadar peristiwa protokoler dalam politik luar negeri. Ini adalah sinyal bahwa sebagian dunia mulai bangun dari tidur panjang yang membiarkan ketidakadilan menjadi norma. Dunia akhirnya, perlahan-lahan, mulai menoleh kepada Palestina—bukan sebagai “masalah,” tetapi sebagai bangsa yang berhak menentukan nasibnya sendiri.
Langkah ini, yang kelak akan diikuti oleh Slovenia, muncul di tengah pembiaran internasional terhadap penderitaan panjang rakyat Palestina. Lebih dari tujuh dekade penjajahan, pengusiran, dan blokade telah menjadikan Palestina sebagai luka terbuka dalam tubuh hukum dan tata dunia modern. Dan selama ini, terlalu banyak negara—terutama dari belahan utara—yang memilih diam atau bersikap netral, seolah netralitas adalah sinonim dari keadilan.
Israel merespons dengan kemarahan dan ancaman diplomatik. Namun, pengakuan atas Palestina bukanlah serangan terhadap Israel. Ini justru adalah prasyarat paling masuk akal untuk terciptanya perdamaian sejati: dua negara yang sama-sama diakui, dihormati, dan dilindungi.
Kita tidak bisa menafikan kenyataan bahwa pengakuan ini lahir dari negara-negara Barat. Tetapi justru karena itu, langkah ini penting: ia membongkar kemapanan sikap Uni Eropa yang selama ini terlalu hati-hati dalam mengkritik kebijakan ekspansif dan koersif Israel.
Kini, Prancis, Belgia, dan negara-negara lain tidak bisa lagi bersembunyi di balik alasan diplomatik. Mereka harus memilih: tetap menjadi bagian dari sistem yang melanggengkan penjajahan, atau ikut bergerak dalam arus sejarah yang menuju pada keadilan.
Indonesia sendiri, yang sejak awal mendukung kemerdekaan Palestina, mesti membaca pergeseran ini dengan jeli. Bukan hanya untuk memperkuat posisi di forum internasional, tetapi juga untuk menjadi jembatan moral antara negara-negara global Selatan dan suara-suara kemanusiaan dari Utara yang mulai bangkit.
Pengakuan ini bukan akhir dari perjuangan, bahkan mungkin bukan awal yang cukup. Namun setiap langkah yang mengarah pada pengakuan hak dan martabat bangsa yang tertindas, adalah langkah yang tak boleh diremehkan. Dunia yang adil bukan hadir dari kompromi kekuasaan, tapi dari keberanian menegakkan kebenaran—meski terlambat.
SYARIKATMU berdiri bersama semua bangsa yang memperjuangkan hidup yang setara dan bermartabat. Dan hari ini, Palestina berhak mendapatkan pengakuan itu.
0 Komentar