Infaq & Sumbangan: Dari Ibadah Pribadi Menuju Kemaslahatan Umum

Oleh : Ust. Warhan Tanjung

Pendahuluan
Dalam kehidupan bermasyarakat, istilah sumbangan dan infaq sudah tidak asing lagi. Mulai dari urusan lingkungan seperti perbaikan jalan atau peringatan 17 Agustus, hingga kepentingan umat seperti pembangunan masjid dan membantu korban bencana, keduanya menjadi tulang punggung gotong royong.
Namun, dalam perspektif Islam, infaq memiliki dimensi yang lebih dalam. Ia bukan sekadar transfer materi, tetapi sebuah ibadah yang sarat makna spiritual dan sosial, yang dampaknya dapat menguatkan dari level pribadi hingga berbangsa dan bernegara.

Memahami Makna: Sumbangan vs. Infaq
Meski sering disamakan, ada nuansa yang membedakan.
Sumbangan: bersifat umum dan sosial, misalnya iuran untuk kegiatan RT.
Infaq: memiliki konotasi ibadah yang lebih kental, karena dilandasi niat mencari ridha Allah dan ditujukan untuk kepentingan yang sejalan dengan syariat, seperti membantu fakir miskin, mendukung dakwah, atau membangun sarana ibadah.
Keduanya baik, tetapi infaq menempati posisi istimewa. Allah SWT berfirman:
“Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 148)
Infaq adalah bentuk konkret dari fastabiqul khairat—perlombaan menuju kebaikan.

Mengurai Keraguan: Antara Riya dan Transparansi
Salah satu penghalang terbesar dalam berinfaq adalah kekhawatiran akan riya (memamerkan amal untuk pujian). Rasulullah ï·º bersabda:
“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Poin kuncinya ada di niat.
Memberi secara terbuka dengan niat mendorong semangat orang lain (taswik) dan menjaga transparansi, bukanlah riya.
Dalam konteks pengelolaan dana komunitas, keterbukaan justru menjadi keharusan untuk menjauhkan diri dari prasangka buruk (su’uzhan) dan penyalahgunaan.

Prinsip Dasar: Fleksibilitas dan Keamanahan
Ibadah dalam Islam itu luwes dan mempertimbangkan kemaslahatan.
Infaq bisa dilakukan secara rahasia untuk menjaga keikhlasan, atau secara terbuka untuk tujuan edukasi dan kontrol sosial.
Yang terpenting adalah amanah. Allah memerintahkan pencatatan transaksi dalam QS. Al-Baqarah: 282.
Pencatatan dan pelaporan yang transparan bukanlah tanda ketidakpercayaan, melainkan bentuk tanggung jawab dan profesionalisme dalam mengelola amanah umat.
Untuk infaq personal seperti di kotak masjid, cukup ditulis sebagai “hamba Allah.”
Untuk dana kolektif (bencana, kas organisasi, dll.), pencatatan yang detail adalah kewajiban.

Teladan Abadi: Semangat Fastabiqul Khairat Para Sahabat

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. – Totalitas dalam Memberi
Umar bin Khattab pernah membawa separuh hartanya untuk Rasulullah ï·º. Namun, Abu Bakar datang dengan seluruh hartanya. Saat ditanya apa yang ia tinggalkan untuk keluarganya, ia menjawab: “Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Tirmidzi).
Kisah ini bukan soal jumlah, melainkan kepercayaan total bahwa rezeki sejati ada di tangan Allah.

Utsman bin Affan r.a. – Kepedulian yang Berdampak Sistemik
Utsman membeli sumur pribadi yang sebelumnya diperjualbelikan, lalu mewakafkannya untuk umat. Dalam Perang Tabuk, ia menyumbang 300 unta lengkap dengan perbekalannya. Rasulullah ï·º pun bersabda: “Tidak ada yang membahayakan Utsman setelah apa yang ia lakukan pada hari ini.” (HR. Tirmidzi).

Umar bin Abdul Aziz – Integritas dalam Pengelolaan
Khalifah dari kalangan Tabi’in ini terkenal dengan integritasnya. Ia memisahkan minyak lampu untuk urusan negara dan keluarga. Pelajaran berharga ini menegaskan bahwa mengelola dana umat harus dengan amanah yang tak tergoyahkan.

Penerapan Modern: Infaq di Era Digital
Kini, WhatsApp grup dan platform digital menjadi sarana efektif untuk penggalangan dana. Transparansi dapat diwujudkan melalui:
Pemberi infaq mengirim bukti transfer beserta nama dan nominal.
Bendahara membuat laporan berkala (harian/mingguan).
Laporan dibagikan ke grup sehingga semua anggota bisa memantau.
Model ini adalah bentuk kontemporer dari perintah Allah untuk mencatat. Ia sekaligus menjadi alat edukasi, membangun kepercayaan, dan memotivasi anggota lain agar semangat fastabiqul khairat tetap hidup di era digital.

Penutup
Infaq adalah ibadah yang mengajarkan keikhlasan, kepedulian, dan tanggung jawab. Dengan meneladani para salafus shalih serta menerapkannya secara bijak dan transparan di era modern, infaq tidak hanya membersihkan harta, tetapi juga menjadi pondasi kokoh bagi terwujudnya kemaslahatan yang lebih luas—mulai dari keluarga yang tenteram, masyarakat yang solid, hingga bangsa dan negara yang sejahtera.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Posting Komentar

0 Komentar